Matamu, lihai mengacak-acak isi kepalaku. Tanpa tahu diri dan tahu waktu. Pun jeda nan seenaknya.
Matamu, menarikku jalang tanpa peta untuk pulang. Membungkus sesak tanpa mampu bersajak. Menghimpit risak tanpa ada jarak.
Matamu, berapa harga yang kau tukar pada Tuhan untuk sepasang matamu?
Karena sungguh,
Dalam matamu, rela ku tersesat dalam khidmat. Terjerat hingga sekarat. Menghamba hingga berkarat.
Matamu. Cukupku mengadu pada matamu. Ia lebih tahu dari segala tahu. Memulihkan sempurna, hingga lupa ku hanya sebatas perca.
Matamu. Bolehkah ku bermanja? Menanusiakanku bak manusia. Melelapkanku dalam terjaga.
Ini aku,
Porak poranda.
Riuh ramai setipis gila.
Pun rela dalam sengsara.
.
.
.
Penikmat sunyi, dalam sepasang matamu.